Langsung ke konten utama

FEATURE: Menelisik Sejarah dan Fakta Pura Mangkunegaran

 

Joko Pramudyo bersama para mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya UNS, Kamis (23/06/2022) (Muhammad Akhbar)

 

Solo – Pura Mangkunegaran merupakan salah satu cagar budaya yang berada di Surakarta, Jawa Tengah. Jika ditelisik mengenai sejarahnya, Mangkunegaran berdiri setelah adanya Perjanjian Salatiga dan menjadikan Mangkunegaran wilayah otonom dengan status kadipaten yang posisinya dibawah Kasultanan Yogyakarta dan Kasunana Surakarta. Raja pertama Mangkunegaran ialah Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa yang kemudian bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I.

 

Pada kunjungan ke Pura Mangkunegaran, kami bertemu dengan Joko Pramudyo selaku Pengageng Pariwisata Pura Mangkunegaran. Kepada kami, Joko Pramudyo bercerita banyak hal mengenai Pura Mangkunegaran, serta fakta seputar Mangkunegaran yang belum diketahui oleh kebanyakan orang. Joko menceritakan mengenai kisah Legiun Mangkunegaran yang dulunya dilatih langsung oleh Napoleon Bonaparte dari Prancis. Pasukan elite ini dilatih untuk bisa menggunakan berbagai senjata, baik senjata tradisoinal maupun senjata modern seperti senjata api maupun artileri (meriam). Pada masa itu Legiun Mangkunegaran bisa dibilang merupakan tentara bayaran yang kerap disewa oleh pihak kolonial guna menculik tokoh-tokoh penting Nusantara masa itu. Bahkan Legiun Mangkunegaran pernah digunakan oleh pihak Prancis untuk melawan sekutu pada masa perang dunia.


Suasana bagian dalam Pura Mangkunegaran, Kamis (23/06/2022) (Muhammad Akhbar)

Menjadi wawasan baru bagi kami ketika pria berusia 53 tahun itu mengatakan sebuah fakta sejarah dari sudut pandang Pura Mangkunegaran. “Dari sudut pandang Mangkunegaran, Pengeran Diponegoro itu penjahat,” ujarnya. Ia mengatakan Pengeran Diponegoro sebagai penjahat karena datang tanpa izin dan tanpa permisi. “Kalau kami dikatakan penghianat bangsa juga tidak bisa wong waktu itu Indonesia belum ada,” tuturnya menambahkan. Joko Pramudyo menjelaskan bahwa ketika itu wilayah Indonesia masih terpecah dengan bentuk kerajaan-kerajaan, sehingga ketika itu Mangkunegaran bergerak demi mempertahankan kerajaannya.

 

Dengan pembawaannya yang santai dan gaya bicaranya yang khas, Joko Pramudyo juga bercerita tentang pengalamannya selama bekerja di Pura Mangkunegaran. “Ya kalau di sini memang kita sudah terbiasa hidup berdampingan dengan alam lain,”. Ia dan para staff maupun Abdi Dalem sering kali mengalami kejadian aneh yang bagi mereka itu adalah hal biasa. “Lha wong orang masuk ke kantor saya itu dari luar begitu buka pintu langsung terasa aura mencekamnya,” serunya. Kerap kali saat sedang mencari barang atau dokumen, seperti dijahili oleh “mereka”. Ketika sedang butuh barang tiba-tiba hilang kemudian muncul kembali di tempat semula pada keesokan harinya.

 

Selain itu ada sebuah pembeda antara Pura Mangkunegaran dengan Keraton lain diungkap oleh Edi yang merupakan Abdi Dalem disana. Ia mengungkapkan bahwa ketika memberikan sesajen di Mangkunegaran hanya sekedar diletakkan saja tanpa ada ritual khusus maupun hal lainnya. “Kami di sini ndak mau kalau seperti jadi pelayan mereka. Jadi kami di sini hidup berdampingan tanpa mengganggu satu sama lain itu sudah cukup.” Pungkasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lima Ribu Perak untuk Kopi Podjok Enak!

  Potret karyawan Kopi Podjok sedang membuatkan pesanan untuk pembeli, Rabu (22/06/2022) (Venus Rosaly) Toko Podjok, termasuk kopi legendaris di Pasar Gede Solo ini sudah ada sejak 1947 diawali dengan berdagang 'kopi pikulan'. Harganya yang murah meriah mampu menggoyang lidah pembeli membuat eksistensinys masih bertahan hingga sekarang. Satu gelasnya diberi harga lima ribu rupiah yang mana sangat berbeda dengan harga kopi-kopi sekarang ini.   "Disini gak cuma jualan kopi jadi, tapi jual kopi bubuk juga. Misalnya, robusta, arabica, excelsa, dan liberica," kata Fajar Putra Gumilang (27), karyawan Toko Podjok. Rabu, 22 Juni 2022, pada saat diwawancarai tim kami.   Kata dia Toko Podjok juga menjadi pemasok untuk beberapa coffeshop yang ada di Solo Raya, seperti Setulus Kopi dan kedai kopi kecil lainnya.   "Untuk bestseller disini ada kopi robusta lanang, untuk arabica ada gayo. Biji kopinya untuk yang lanang berasal dari Temanggung, kalau yang Arabica b

Pasca Pandemi dan Idulfitri, Penjualan Es Dawet Selasih Bu Dermi di Pasar Gede Solo Semakin Tinggi

    Ruth Tulus Subekti dan para karyawannya sedang melayani pembeli es dawet selasih, Rabu (22/06/2022). (Tria Yunita)   SOLO -Penjualan Es Dawet Selasih Bu Dermi di Pasar Gede semakin tinggi pasca Lebaran Idulfitri dan pandemi yang kian longgar. Sempat tutup selama kurang lebih 3 bulan karena pandemi, kini penjualan es dawet selasih ini kembali ramai dan peningkatan penjualan yang sangat pesat.   Penjual Es Dawet Bu Dermi, Ruth Tulus Subekti atau akrab dipanggil Utik (53), mengatakan bahwa saat ini penjualan es dawet ini benar-benar ramai. Setiap hari dari awal buka kedai jam 08.00 hingga tutup pukul 16.00, pembeli tidak berhenti. Hal ini juga dikarenakan kerinduan pembeli akan es dawet selasih milik Utik yang sempat tutup akibat pandemi.   “Pembeli mengalir terus setiap waktu, tidak pernah berhenti. Dari banyaknya penjual es dawet di Pasar Gede ini, kedai ini merupakan pelopor pertama yang ada di sini. Bahan bahan yang kita gunakan juga alami, jadi pasti beda dari yang la